Kamis, 04 September 2008
Ngaji Salaf Yuuukkk
Sharing saja, sudah lama aku mencari-cari , mengaji , untuk belajar Islam yg hakiki,
akhirnya ada seorang teman berangkat ke Masjid Astra, bercerita, pak Budi sudah pernah
dengerin radio AM 756....???
Aku pertama bingung dan belum yakin, radio AM ....???? jujur saja mungkin hampir 20 tahunan
kagak pernah dengerin radio AM.... hehehe
Akhirnya aku nyalain radio di dalam mobil, dan aku cari AM 756, ternyata itu radio RODJA.
Subhanaallah, ternyata apa yang aku selama ini cari di media radio, ada, ngaji yang BENAR menurut Al Quran dan Hadist.
Akhirnya aku menjadi salah satu pendenger setia untuk mengaji jarak jauh, tapi itu tidak menjadi
soal, karena di website juga memuat kajian-2 yg ada di radio, dan dalam bentu mp3.
Jadi bisa mengaji sambil berkerja di kantor.....
Alhamdulillah banyak manfaatnya dalam memahami Islam yg selama ini aku tidak seberapa
paham ( karena memang bukan dari pesantren dari kecil ) .
Ini alamat websitenya : http://www.radiorodja.com/
Semoga ada manfaatnya informasi ini.....Amiin.
Rabu, 30 Juli 2008
Sungguh, Aku Malu
yang jauh dari keramaian, dari keluarga petani yang sederhana. Tapi
aku sangat beruntung, orangtuaku mengedepankan pendidikan anak-anaknya,
walau ibuku tidak tamat dari SR. Sedang ayahku memang pernah sekolah,
tapi hanya beberapa hari saja. Ia tidak bisa membaca.
Dalam masyarakat, orangtuaku dipandang bodoh.
Tapi pada akhirnya, mereka kagum oleh kegigihan orangtuaku dalam
menyekolahkan anak-anaknya hingga selesai. Banyak pengorbanan yang
mereka lakukan untuk anak-anaknya. Mereka selalu mendidikku,
membiayaiku, membekaliku, dan mendukungku untuk terus belajar dan
belajar.
Pada saat aku mulai kuliah di luar kota, ibu mengiringiku dengan sebuah
do'a, bismillah. Bahkan pada suatu malam, pada saat keningku sedikit
berkerut, aku melihat ibuku yang terbangun tengah malam dan
bertahajud, berdo'a agar anak-anaknya diberi kemudahan jalan.
Kini, aku telah bekerja dan jauh darimu. Rindu tentu senantiasa datang.
Tapi terkadang kesibukan menyebabkan sedikit lupa untuk sekedar
menelpon dan menanyakan kabar. Sampai suatu ketika, aku berhasil
memenuhi sebuah permintaan ibu. Lalu, ibu mengatakan lewat telpon,
"Terima kasih, ya!"
Tenggorokanku tercekat, dan tiba-tiba aku mengatakan serentetan kata
yang aku sendiri tidak mampu mendengarnya dengan jelas. Aku pikir, pada
saat itu lidahku terpeleset-pleset, lalu diam.
Ibu, tiba-tiba ananda merasa malu.
Untuk semua perlindungan kasih yang engkau berikan, aku tak pernah
mengucapkan terima kasih. Untuk semua do'a yang kau panjatkan untuk
kemudahan jalanku, aku tak pernah mengucapkan terima kasih. Untuk semua
usahamu agar kuliahku selesai, juga aku tak pernah mengucapkan kata itu
kepadamu.
Untuk itu ibu, akan ananda maknai semua itu semampu ananda. Dan bahwa
kemarin yang aku lakukan, adalah sebuah kewajiban anak kepada orang
tuanya walau mungkin itu hanya seujung kuku.
Aku tak akan mampu membalas sedikit apalagi banyak.
Maka itu ibu, lain kali, jangan ucapkan terima kasih lagi. Ananda malu
di hadapan Allah SWT. Kecuali jika ibu ingin mengajariku untuk bisa
mengucapkan kata, terima kasih.
--------------
Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu [ Al Baqarah : 45 ]
Selasa, 24 Juni 2008
Membeli Masa Depan.....
artikel bagus
semoga berguna
============================================================
Penulis : Adithya Mulya (penulis novel 'Jomblo', 'Gege Mengejar Cinta', dan
beberapa novel lainnya)
Sumber : blog Adithya Mulya
Membeli Masa Depan
Tuesday, February 26, 2008
Di Singapur sini kita bisa nonton RCTI dan SCTV. Di suatu malam gua lagi
memindai channel dan melihat sebuah iklan yang menggugah. Iklan itu adalah
iklan dari tabungan ……………………
Adegan pertama: Ada anak kecil lari-lari keliling meja makan. Di meja makan
itu, ada pasangan muda meminjam uang ke orang tua mereka dan ada insert
tulisan "Untuk biaya masuk SD". Di akhir adegan itu, kita melihat liontin
emas ibu muda.
Adegan kedua: pasangan tersebut sudah terlihat lebih dewasa dan sang ibu
melepaskan liontin emas itu dengan muka urung. Insert: "Untuk biaya masuk
SMP"
Adegan ketiga: Anak itu sudah dewasa, membuka garasi dan anak itu murung
melihat garasi mereka kosong. Sang bapak keluar dengan vespa. "Untuk biaya
SMA".
Adegan ini diakhiri dengan sang bapak hujan-hujan pergi kerja naik vespa, di
depan rumahnya ada tulisan "rumah dijual" insert: "untuk masuk kuliah"
Ini adalah satu iklan yang sangat-sangat kuat. Hati gua belum pernah ngerasa
terenggut melihat sebuah iklan. Bener banget.
Life is not a game. You can't restart your life. Once you make a mistake,
that's it. You're done. Apalagi hidup di Indonesia yang jujur saja, sangat
unforgiving. Gua pendukung SBY dan so far dia melakukan yang terbaik untuk
kita semua. Sayangnya orang-orang seperti Mega dan Amien Rais kerjanya
membuat sentimen negatif saja. Gak ngebantu. Kita ini gak akan pernah maju
jika pemimpin negara dibacokin orang-orang yang kerjanya pengen jadi
pemimpin negara.
Hidup untuk Masa Depan
Iklan di atas sempat membuat gua tidak tenang melihat apa yang sudah ada di
tangan. Tapi gua berusaha merasa qana'ah karena tidak ada yang lebih buruk
di hadapan Allah selain orang-orang yang kufur nikmat. Bener kata
temen-temen yang komentar di bawah bahwa kalo kita takut, kita tidak akan
pernah merasa cukup dan akhirnya menghabiskan waktu kita khawatir ketimbang
bersyukur.
Kita itu (seharusnya) hidup untuk masa depan. Bokap gua pernah ngasih tau
statistik di bawah:
5 dari 10 pensiunan hidup bergantung pada anak dan kerabat
2 dari 10 pensiunan masih harus kerja unutk membiayai sisa hidupnya
1 dari 10 pensiunan punya uang pas-pasan untuk mandiri setelah pensiun
1 dari 10 pensiunan punya uang berlebih di saat pensiun
(commented by leo: yang 1 lagi jangan ditanya yah..hehehe)
Mengerikan ya? Dari yang gua lihat dalam hidup, memang begitu. Sebenernya
bukan karena kita miskin-miskin amat sih tapi kita itu sering belanja
hal-hal yang kalo dipikir baik-baik, gak perlu.
Sekarang gimana caranya kita pensiun dengan baik? Dan di atas itu, membekali
anak dengan pendidikan yang cukup? Iya kalo anaknya satu. Kalo 3? Satu lagi
ungkapan yang gua pernah dengar yang sangat-sangat memotivasi gua untuk
nabung:
Kecil, gak nyusahin orang tua
Tua, gak nyusahin anak
Iya kalo anak kita sukses. Kalo gak sukses kan kasian dia. Mencukupi dirinya
sendiri aja mungkin susah, apalagi nalangin kita? Masa muda anak kita adalah
masa dia mencari penghidupan untuk mensecure hari tua dia, bukan hari tua
kita.
Nah gua mau share sesuatu di bawah. Bukan karena gua sukses melakukannya,
atau telah berhasil menyelesaikannya. Tapi gua pengen aja sharing karena
penting untuk diketahui dan semoga memberikan insight yang baik bagi yang
belum tahu.
Tentukan gaya Hidup Kita
Di umur 30 ini gua belajar begini: gaya hidup itu menentukan survivality
kita di hari tua. Maksudnya gini:
Ini skema hidup keluarga A
Gaji = 100%
Living cost yang kita jalankan selama ini = 80%
Tabungan = 20%
Guess what? Setelah pensiun nanti, A akan kesulitan mengadjust gaya hidupnya
karena setelah pensiun, dia gak punya atau punya sedikit income. Dan dia
harus hidup berbiaya 80%. Tapi masalahnya dia cuman punya 20%. Mending kalo
20% ini bisa nutupin basicnya, kalo nggak gimana?
Jadi yang perlu kita tentukan sekarang adalah bagaimana gaya hidup yang kita
inginkan dan berapa yang ingin kita tabung.
Basic Consumption & Life style
Persentase di atas tidak linier. Maksudnya, orang yang penghasilannya rendah
akan mencak-mencak melihat persentase di atas karena memang ada biaya hidup
pokok minimal. Mungkin bagi orang yang penghasilannya 20 juta setahun,
persentase di atas gak jalan. baca: minimum living cost katakanlah 10 juta
setahun. Jadi mending persentasenya kita kembalikan aja pada diri
masing-masing.
Yang berusaha gua jelskan di sini adalah, living cost itu ada dua komponen.
Living cost = lifestyle x basic consumption.
Contoh, orang sama-sama butuh mobil ke kantor. Yang satu beli mobil second,
yang satu beli Alphard. Orang sama-sama butuh dinner. Yang satu sering dine
out, yang satu masak.
Orang sama-sama butuh tas. Yang satu beli satu 60 juta, yang satu 600 ribu.
Basic consumption semua orang sama. Tapi yang membuat living cost kita
berbeda adalah gaya hidup kita. Apa beli tas mahal salah? Nggak kok.
Terserah, gua gak ngejudge. kalo memang mampu ya by all means, beli aja.
Hanya saja, di kebanyakan kasus, gaya hidup kita lah yang membuat living
cost tinggi. Bukan basic consumptionnya.
Bagi pembaca yang tergerak untuk menerapkan hal yang sama, harap diingat
bahwa makin banyak anak, ya gajinya makin terbagi kecil. Bisa jadi seperti
ini:
45% cost
35% pensiun
10% anak 1
10% anak 2
45% cost
30% pensiun
8% anak 1
8% anak 2
8% anak 3
Masalahnya dengan skema ini adalah, skema ini tidak berlaku pada keluarga
yang incomenya terlalu kecil. Gua pernah bergaji sangat kecil dan bahkan
untuk menghidupi diri gua aja susah.
Automate your Savings
Sekarang kita udah menentukan gaya hidup kita dan bertekad menabung beberapa
% income kita. Next step? Kebanyakan orang, termasuk gua, gak bisa nabung.
Beberapa orang bikin channel tabungan. Termasuk gua. Gua gak tau apakah ini
manjur karena resultnya kita lihat 25 tahun lagi tapi setidaknya ini yang
gua percaya dan gua lakukan.
Setelah menentukan berapa yang harus ditabung, kita otomatisasikan tabungan
kita. Manusia itu pada dasarnya susah nabung. David Bach dalam bukunya
'Automatic Millionaire' mengatakan bahwa semua pemerintah di dunia ini
langsung otomatis motong pajak dari gaji kita karena mereka tau kita suka
lupa bayar pajak. Hal yang sama kita terapkan saja pada diri kita. Kita bisa
request ke bank agar setiap tanggal 1, gaji kita dipotong ke tabungan
pensiun kita, ke tabungan pendidikan anak kita dan ke mana saja yang kta
mau. Akhirnya yang ada di tabungan utama hanyalah sisa untuk living cost
kita. Jadi di awal bulan, yang pertama kita amankan adalah masa depan kita,
bukan masa depan mango, zara atau honda jazz kita. Kalo tidak dipagari
seperti ini, kecenderungannya adalah habis. Untuk ini, gua rekomendasikan
banget buku David Bach 'Automatic Millionaire'
Security
Oke, sekarang ada tabungan pensiun. Bagus. Eh besok kita ditabrak bus.
Pupuslah harapan anak untuk terus sekolah. Istri juga kalo gak
berpenghasilan bisa repot. Yang tadinya kita bermimpi anak kita bisa sekolah
di universitas top indonesia, jadi bisa gak kuliah sama sekali.
Dan tahukah kita bahwa statistik membuktikan bahwa rata-rta suami meninggal
6 tahun lebih cepat dari istrinya? Dari sini datanglah pentingnya asuransi.
Gimana cara milih asuransi yang baik? http://priyadi. net sudah membahasnya
dengan baik. Mending baca di sana. Di sini, gua cuman pengen sharing apa
yang gua tau (yang mana sedikit), agar mungkin temen-temen bisa untung dari
sini.
Yang jelas, menentukan asuransi itu sebaiknya gini:
Uang pertanggungan = living cost / tahun x 20 tahun (atau terserah mau
berapa tahun).
Dengan formula ini, maka jika kita meninggal, insya allah keluarga kita
dapat hidup selama 12-20 tahun. Lho kenapa gak full 20 tahun? Karena
inflasi. Living cost tahun 2008 mungkin 4 juta. Di tahun 2020 bisa jadi 10
juta.
Masalahnya, makin tinggi uang pertanggungan, makin tinggi premi pertahunnya.
Untuk itu, menentukan nilai asuransi ini juga harus bijak dan harus dalam
kemampuan kita juga. Misalnya kita tabung 40% gaji. Kita split 40% ini jadi
10 dan 30.
30% pensiun
10% insurance
Toh keduanya sama-sama berbunga kok.
Dulu asuransi ini sepi peminat karena asuransi tidak melink dana kita ke
investasi. Yang ada, uang kita menyusut tanpa bunga. Mending taro di bank.
Gitu pikiran banyak orang. Sekarang unit link ini menjadi buruan banyak
orang. Gua dulu alergi yang namanya memercayakan uang keringet gua sama
asuransi. Sekarang kenapa tidak? Not bad kalo gua bilang. Jika kepala
keluarga meninggal, kepala keluarga akan mendapatkan mana yang lebih tinggi
antara uang pertanggungan dan nilai investasi. Lumayan kan? Btw,
http://priyadi .net sih tidak menganjurkan. Tapi gua sih merasa aman sekali
dengan skema ini.
You may disagree with this ya. Tapi gua sih jalanin.
Invest
Di posting gua yang terdahulu gua udah bilang bahwa musuh gua setidaknya
adalah inflasi. Mau income kita 1 juta per bulan atau 100 juta, kita taro di
bank, tetap aja kalah sama inflasi. Contoh:
Inflasi = 10%
Bunga bank = 2%
Tabungan kita = 1000
Harga telur 2007 = 1000
Harga telur 2008 = 1100
Uang kita 2008 = 1020
Tahun 2008 kita gak mampu makan telur.
Di sini lah pentingnya investasi. Instrumen investasi apa yang dipilih?
Beberapa sudah gua tulis di posting sebelumnya. Berapa yang mesti kita
invest? Nah ini tergantung dari seberapa ambisiusnya kita dalam hidup. Yang
jelas, ada beberapa pointers:
- asset & liability
Robert Kiyosaki dalam Rich dad poor dad bilang "rich dad buys assets. Poor
dad buys liability". Ini bener banget. Banyak sekali orang tua yang
menghabiskan uang 200 juta membelikan anak mereka mobil. Masalahnya, mobil
itu mengalami penyusutan 20% per tahun. Harganya tahun depan langsung 180
juta. Umur mobil juga 5 tahunan. Itu bukan aset. Itu liability.
Kalo memang ingin memberikan anak 200 juta, kenapa gak belikan dia rumah
susun? Atau BTN? "Nak, ini ayah belikan rumah 1 bukan untuk ditempatin. Sana
kamu kontrakin dan uangnya buat kamu tabung." Rumah, di 80% kasus, adalah
aset.
Aset adalah sesuatu yang memberikan kita return. Yang kalo kita jual lagi,
nilainya bertambah dan memberikan kita proft.
Liability adalah sesuatu yang setelah kita beli, nilainya susut. Yang kalo
kita jual lagi, kita mendapatkan loss.
- Biggest & Most Basic Investment
Hal pertama yang harus disukseskan dalam investasi, dan ini yang gua setuju
ya, terserah kalo gak setuju, adalah rumah. Direkomendasikan untuk rumah
sendiri. Jangan sampe ngontrak seumur hidup. Di kala kita ngontrak, kita
membuat orang lain kaya tanpa memberikan kita hak kepemilikan. Bisa-bisa
setelah pensiun, kita gak punya penghasilan untuk membayar kontraknya.
Setelah itu mau tinggal di mana?
Kalo kita cicil rumah, sejelek apa pun rumah itu, rumah itu adalah hak milik
kita. Tidak ada rasa aman yang lebih baik dari pada memiliki rumah tempat
kita tumbuh tua nanti.
Kalo nggak gini, kasian anak. Mereka nanti nikah dan butuh ruang, waktu dan
energi untuk membangun keluarga kecil mereka. Kalo kita tinggal bersama
mereka, kasian. Lenyaplah impian istri untuk ML di dapur huahahaha. Gak
deng. Memang di kebanyakan kasus, orang Indonesia menganut kebudayaan orang
timur di mana:
Ketika kita kecil, mereka merawat kita.
Ketika dia tua, kita merawat dia.
Ini sebabnya banyak sekali temen gua yang bungsu yang bersikeras gak mau
keluar rumah. Kasian ninggalin ibunya. Si bungsu lah yang bayarin listrik,
air, kabelvision dll.
Ini sebabnya banyak temen gua yang sering bilang "Udah, mamah di sini aja
sama saya"
Semua itu bagus. Semua itu mulia. Semua itu dianjurkan agama. Tapi semua itu
adalah cerita temen-temen gua yang mapan secara finansial dan berniat
mengembalikan budinya. Temen-temen gua yang kesulitan finansialnya? Well,
beda cerita.
Setidaknya di mata gua, sebagai anak yang baik, harus selalu siap untuk
menampung orang tua. Itu harus. Bokap gua menyisihkan 25% gajinya selama
belasan tahun untuk hidupi orang tua dia.
Tapi sebagai orang tua yang baik, rasanya gak tega ngeliat anak ngerawat
kita sementara dia bisa menghabiskan waktu muda dia mengejar impian-impian.
Makanya, invest your money. Nah sekarang pertanyaan, berapa yang mesti kita
investasikan dari income kita? Sekali lagi, terserah.
Tadi di atas sudah ada ini:
30% pensiun
10% insurance
Kenapa nggak,
10% atau 20% pensiun
10% insurance
20% atau 10% investasi
Ingat aja, makin kecil uang yang disisihkan untuk investasi makin lambat
investasi itu bisa berbuah. Kalo sisihan untuk invetasi terlalu kecil,
ditakutkan malah gak pernah terwujud impiannya. Contohnya, mau beli emas
batangan. Tapi harganya naik lebih cepat ketimbang jumlah uang yang kita
sisihkan perbulannya. Yang ada kejar-kejaran.
Hutang
Disarankan untuk jangan punya hutang, kecuali hutang itu untuk membeli rumah
perdana dan itu pun jangan terlalu banyak. Banyak orang yang bermimpi
memiliki rumah megah dan bersikeras beli cicil. Masalahnya,
Rumah gede = biaya maintenance gede
Rumah gede = cicilannya puluhan tahun
Temen gua ada yang lumayan jenius. Dia beli rumah kecil, 5 tahun lunas.
Sementara 5 tahun itu dia juga nabung dengan istri. Setelah lunas ternyata
mereka punya cukup tabungan untuk nyicil rumah ketiga yang lebih baik. Rumah
pertama mereka kontrakin dan mereka tinggal di rumah cicilan kedua. Sebentar
lagi meeka akan melakukan yang ketiga.
Ada lagi kasus yang lumayan miris. Rumahnya terlalu besar tapi gajinya
terlalu kecil, sehingga dia butuh 20 tahun untuk lunasin. Itu semua gajiu
habis hanya untuk rumah. Jujur aja, kalo cicilan sampe 20 tahunan, yang ada
kita bayar rumah itu 2x harga beli kita. 2 kali! Itu sama dengan kita beli 2
rumah! Tapi ini nggak. Akhirnya orang itu pensiun tanpa sempat menggunakan
uangnya untuk investasi.
Intinya, hutang itu boleh tapi terbatas dengan:
pembelian aset
pastikan beli rumah yang sesuai dengan gaji kita. Jangan ngoyo.
pastikan cicilannya tidak terlalu banyak sehingga kita masih punya umur
produktif untuk investasi yang lain juga.
Again, ini hanya dari pengalaman dan observasi pribadi gua. mungkin pembaca
yang berwawasan lebih, boleh kasih input. Biasanya syarat umum Bank di
indonesia adalah: uang cicilan = 1/3 dari income gabungan suami istri. Kalo
gitu, skemanya jadi berubah:
45% cost
33% cicilan rumah
8% anak 1
8% anak 2
6% insurance atau investasi atau pensiun
Skemanya terserah tapi kita bisa lihat bahwa semua komponen itu penting. Dan
bisa kita lihat juga bahwa adanya cicilan rumah benar-benar memotong
keleluasaan kita dalam berinvestasi kan. Dan bahkan untuk cicil rumah, bukan
gak mungkin kita harus memotong biaya hidup jadi lebih kecil dari 45%.
Makanya cicilannya jangan terlalu lama dan telalu besar.
Metode Yang Beda
Metode di atas hanyalah 1 dari jutaan metode yang kita bisa jalankan. Contoh
metode lain adalah:
1. 5 tahun pertama konsen beli rumah
2. 5 tahun kedua konsen nabung buat investasi
3. 5 tahun ketiga konsen nabung pensiun
Beberapa temen gua malah hanya bergantung pada jamsostek untuk pensiun. Uang
bebasnya semuanya dia investasikan di rumah kedua dan bilang "Ya ini sapi
pensiun gua." Agar nanti kalo udah pensiun, uang kontrakan rumah itu dapat
nyambung hidup dia.
Upside
Dengan cara seperti ini, orang biasanya lebih cepat mendapatkan
masing-masing target. 55% gaji dia dimasukin untuk investasi. Denga modal
sebesar ini, returnnya juga bisa besar dan lebih cepat. Sound good. Tapi ada
kelemahannya.
Downside
Kalo misalnya pas lagi ngejar lunasin rumah, kepala keluarganya meninggal,
gak ada dana back up dong.
Kalo misalnya pas 5 tahun investasi ternyata reksadana crash, habis semua
uang. Kalo 5 tahun nabung dollar ternyata dollar jadi 2000 perak, the end.
Lenyap udah itu semua.
Kalo misalnya keasikan beli rumah dan investasi, bukan gak mungkin kita
telat nabung buat pensiun. Kenapa sih pensiun itu penting meski sudah ada
investasi yang berbuah?
Karena kita tidak bisa memprediksi masa depan. Kita bergantung sama 3 rumah
kontrakan. Suatu hari 2 dari 3 digusur.
Intinya sih keuntungan dari diversifikasi adalah kalo kita sial di satu hal,
kita masih bisa bergantung dengan hal lain. Memang gak banyak, tapi itu
safe. Kerugian diversifikasi adalah menunggu semuanya berbuaha bisa belasan
tahun. Gimana nggak? Secepat apa kita bisa memperbaiki taraf hidup kalo kita
hanya mampu sisihkan gaji 2% untuk investasi?
Semuanya dikembalikan ke masing-masing lah. Gak ada yang benar dan salah.
Gua yakin semua yang baca blog ini by now sudah mikir, skema apa yang selama
ini mereka jalani dan gak defensif atau ofensif jika tidak setuju dengan
penjelasan di atas. Toh semuanya dikembalikan ke diri dan kondisi
masing-masing yang mana kondisi itu gak mungkin sama.
Gua sendiri menjalankan sebuah skema. Gua gak tau apakah skema itu akan
berhasil. Yang penting, kalo niatnya baik, ikhtiarnya giat, dan sabar
menghadapi cobaan, itu berarti kita sudah menjalankan skemanya dengan benar.
Penutup
Yang jelas, gua berpegang sama proverb di bawah:
Kecil, gak nyusahin orang tua
Tua, gak nyusahin anak
Kita Sebagai Anak
Sadarkah kita kenapa orang tua naik haji di usia senja? Karena orang tua
kita ingin memastikan dulu kita mentas. Betapa mulianya ya mereka.
Sekedar sharing aja, temen gua dulu ada yang ngobat. Sekarang nyesel seumur
hidup. Dia nyesel karena sampai akhir hayat mereka sang orang tua tidak
pernah sempat menunaikan ibadah haji. Kenapa? Karena tabungan haji mereka
habis membayar rehab temen gua. Setelah sembuh mentas dan kerja, hal pertama
yang temen gua lakukan adalah haji dan mendoakan mereka.
Dari dia gua belajar untuk sebisa mungkin gak pernah nyusahin orang tua.
Kalo gak bisa sukses, minimal gua gak bikin mereka sedih.
Kita Sebagai orang tua
Tantangan tiap jaman itu beda. Dan semakin ke sini, semakin hebat. Dulu
bapak kita cukup dengan S1 dan dapat berkarir seorang diri membiayai semua
keluarga.
Jaman kita? Dibutuhkan suami dan istri untuk kerja mencukupi kebutuhan
hidup. Belum lagi kualifikasi sekarang banyak yang harus S2. Ambil koran,
baca bagian karir dan hiotung berapa banyak yang kualifikasi S2? Chances
are, many. Dan supply lulusan S2 pun banyak yang masih struggle
mendapatkannya (yang mana menjadi constant reminder gua untuk harus sekolah
lagi).
Jaman anak kita? Gak kebayang kan? Ini sebabnya pensiun itu sangat penting.
Anak-anak kita menghadapi apa yang tidak terbayangkan oleh kita susahnya
gimana. On top of that, mereka harus mencukupi diri mereka sendiri. Memang
gua yakin banget kita sebagai masyarakat timur, mereka pasti tidak keberatan
mengurusi kita. Masalahnya, kitanya tega gak?
Kecil, gak nyusahin orang tua
Tua, gak nyusahin anak
Ada mau sharing bagaimana bentuk pembelian masa depan yang lain?
Rabu, 21 Mei 2008
Kamis, 15 Mei 2008
Asuransi yang Dibolehkan
Ustaz Ahmad yang dirahmati Allah swt,Saya berkeinginan untuk mengambil asuransi jiwa, asuransi kesehatan maupun asuransi kerugian. Yang ingin saya tanyakan, asuransi yang seperti apakah yang dibolehkan dalam Islam?
Mohon penjelasannya.
Wassalam
Octa Dwinandaf3ihung
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Meski sudah memasyarakat dan lazim digunakan orang di seluruh dunia, namun kalau kita mau jujur dengan hati nurani, sebenarnya ada banyak kelemahan dalam asuransi yang kita kenal. Di antaranya adalah:
a. Asuransi Mengandung Unsur-unsur Tidak Pasti
Ketidakpastian yang dimaksud adalah antara peserta dengan perusahaan sama-sama tidak tahu, berapa yang harus dikeluarkan dan berapa yang akan didapat. Bisa jadi seorang peserta asuransi berharap akan bisa mendapat banyak dari klaim, tapi bisa juga tidak mendapat apa-apa.
Akad ini berarti mengandung jahalah yang diharamkan dalam agama. Di mana penjual dengan pembeli sama-sama tidak tahu keuntungan dan kerugian masing-masing. Karena masih sangat bergantung dengan banyak kejaidan.
b. Premi Diputar dalam Investasi dengan Sistem Ribawi
Perusahaan asuransi konvensional membenamkan dananya dengan sistem ribawi. Uang premi yang terkumpul dari peserta akan diinvestasikan dengan cara haram. Karena itu hasilnya pun merupakan uang riba yang haram juga.
Bila peserta asuransi mengajukan klaim, tentu saja uang hasil klaim itu bersumber dari investasi ribawi.
c. Asuransi mengandung unsur pemerasan
Seringkali terjadi dalam sebuah kesepakatan yang terlalu tebal, seorang peserta asuransi tidak mampu memahami secara menyeluruh isi perjanjian. Sehingga dalam banyak kasus misalnya, apabila peserta tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi.
Di sini sangat terasa unsur pemerasan oleh pihak perusahaan asuransi kepada peserta.
e. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai
f. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah
Sehingga dengan segala kekurangan ini, banyak ulama yang mengharamkan kesertaan kita dalam perusahaan asuransi konvensional. Sebab asuransi yang begini lebih dekat kepada sebuah perjuadian.
Sebagai alternatif dan solusi yang jitu, cerdas dan sesuai syariah, sebaiknya kita mengikuti program asuransi yang resmi menggunakan sistem syariah. Sebab asuransi syariah ini sudah dikaji secara mendalam oleh para ulama, baik di tingkat nasional maupun internasional, serta sudah difatwakan kehalalannya.
Asuransi syariah memiliki beberapa ciri utama:
1. Akad asuransi syari'ah adalah bersifat tabarru', sehingga tidak mengenal premi melainkan infaq ata sumbangan. Dan sumbanganyang diberikan tidak boleh ditarik kembali.
Atau jika tidak tabarru', maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudhorobah bukan riba.
2. Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama'ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).
3. Dalam asuransi syari'ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama'ah seperti dalam asuransi takaful.
4. Akad asuransi syari'ah bersih dari gharar dan riba. Sebab perusahaan asuransi diharamkan berinvestasi dengan cara konvensonal yang ribawi. Hanya boleh menggunakan sistem syariah, yaitu bagi hasil.
Selain itu jenis usahanya pun harus dipilih yang halal, tidak boleh misalnya untuk pabrik minuman keras, rokok, usah hiburan maksiat dan sebagainya.
5. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.
Dan dari segi keuntungan duniawi maupun ukhrawi, asuransi syariah memiliki keunggulan. Antara lain:
a. Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Di mana nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan).
b. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
c. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
d. Bila ada peserta yang terkena musibah, untuk pembayaran klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
e. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
f. Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber : eramuslim.com